Translate

Kamis, 29 Maret 2012

MENDEFINISIKAN ULANG PROLETARIAT

Posted by



oleh : Ali Topan Marsono & Alfonso

     Sejak era industrialisasi, perpecahan kelas sosial semakin meruncing. Para borjuis menguasai alat-alat produksi sedang proletar terpaksa bekerja sebagai syarat bertahan hidup. Kelas proletar tidak mendapatkan profit dari perputaran kapital, juga tak memiliki instrumen atas hidupnya. Menurut Karl Marx, para proletarlah kelas pekerja modern, mereka tidak memiliki cara lain untuk bertahan hidup selain dengan menjual tenaga kerjanya dan bukan menjual produk seperti yang dilakukan para kapitalis. Jelas, proletariat adalah sebuah kelas sosial yang muncul seiring terciptanya relasi ekonomi baru, kapitalisme.

     Di Eropa (tempat dimana relasi kapital muncul untuk pertama kali), kelas proletariat erat kaitannya dengan konsep labour, yaitu aktifitas yang dilakukan demi mendapatkan upah. Sementara work lebih spesifik pada aktifitas fisik. Di Indonesia, definisi work dan labour tidak memiliki perbedaan. Kedua-duanya dipakai untuk merujuk pada kerja. Diperparah dengan banyaknya istilah yang terkait dengan kerja, seperti karyawan, pegawai, buruh, dan sebagainya. Dalam konteks Indonesia, jelas hal ini mengaburkan siapa kelas proletar itu. Namun jika mengacu pada apa yang dikatakan Marx, tentu akan terlihat bahwa karyawan, pegawai, dan buruh adalah sama-sama proletar sebab semuanya menjual tenaga demi upah (meski istilah upah juga beragam).

     Dengan demikian, proletariat tidak lagi identik dengan pekerja pabrik, namun juga mereka yang ada di kantor dan gedung ber-AC, pusat perbelanjaan, ruang _nstru, atau pusat-pusat layanan kesehatan, dan sebagainya. Karena relasi kerja-upahan tidak saja eksis di pabrik, namun di berbagai tempat. Kelas proletariat, seiring perkembangan kapitalisme, melingkupi para kerah putih di bank, karyawan departemen store, satpam, perawat hingga juru parkir kantor korporasi.

Proletariat dalam Hingar Bingar Pabrik Sosial
     Konsepsi atas proletariat mesti mempertimbangkan konteks sejarah dan aktualnya. Dulu yang dimaksud proletariat adalah mereka para buruh pabrik, karena pada zaman tersebut pabriklah satu-satunya tempat dimana terdapat kelas proletar. Lalu kemudian juga muncul kantor, setelah berkembang perusahaan non-manufaktur. Dan seterusnya, saat kapitalisme terus berkembang menciptakan lapangan kerja baru dengan model dan variasi beragam.

     Saat ini, tatanan sosial telah dikonversi oleh kapitalis menjadi sebuah Pabrik Sosial, dimana seluruh aktifitas hidup manusia diperuntukkan untuk mengakumulasi kapital dan semua dimensi kehidupan adalah rangkaian dari proses produksi. Artinya, para pekerja bukan saja mereka yang di pabrik, atau kantor, tetapi seluruh masyarakat. Bukan pula terbatas hanya yang diupah, atau yang produktif saja. Sektor _nstrume, atau kalangan pengangguran yang tidak masuk dalam klasifikasi klasik, dalam Pabrik Sosial juga turut berkontribusi dalam pengakumulasi kapital.

     Intinya, proses penciptaan nilai-lebih (sebagai basis kapital baru), tidak lagi hanya berlangsung di tempat kerja, tetapi meluas hingga ke level sosial. Di unit sosial terkecil yaitu keluarga, penciptaan kapital dan tenaga kerja baru diproses disini. Keluarga menciptakan calon pekerja masa depan. Mendidiknya, menyekolahkannya, mendisiplinkan dan memberikan gambaran hidup dan nilai apa yang ‘normal’ kepada anaknya: bekerja. Khususnya perempuan, mereka melayani suaminya agar dapat kembali bekerja keesokan harinya, mendidik calon pekerja.

     Mahasiswa atau pelajar, bukan lagi belajar untuk menjadi manusia. Tetapi untuk memudahkan mencari pekerjaan dan diupah tinggi. Karena orientasinya ini, mahasiswa tidak lebih sebagai proletariat yang dalam masa training untuk memasuki dunia kerja sesungguhnya. Kampus menjadi persemaian nilai baru, dan komoditinya adalah pelajar itu sendiri, yang tidak memiliki kuasa sedikitpun dalam mengontrol proses dan orientasi belajarnya.

     Para pengangguran diciptakan sedemikian banyak, agar posisi tawarnya rendah saat mencari pekerjaan oleh karena terbatasnya lapangan kerja. Berbagai aturan dan paket kebijakan ekonomi disusun dengan memanfaatkan populasi penganggur sebagai _nstrument. Kesemuanya ditujukan agar perekonomian tetap stabil. Para pensiunan, atau para jompo kadang ditunjang Jaring Pengaman Sosial guna menyokong mereka untuk tetap produktif. Hal ini menguatkan tesis Marx tentang ‘pekerja cadangan’ dimana akumulasi juga bermakna akumulasi ‘pekerja cadangan’ dan ‘pekerja aktif’ dan semua yang bekerja dalam rangka mereproduksi kelas.

     Dari sini bisa kita lihat bahwa yang dimaksud Pabrik hari ini, adalah bukan semata pabrik fisikal. Tatanan sosial secara keseluruhan ini termasuk institusi sosial, nilai-nilai, orientasi dan keseluruhan yang mereproduksi kelas adalah Pabrik Sosial. Dengan demikian, definisi tentang siapa proletariat itu mesti mengambil rujukan pada basis historis yang berjalan sekarang. Artinya kelas pekerja mesti dimaknai ulang ! Merekalah para pekerja pabrik, petani, kaum miskin perkotaan, ibu rumah tangga, mahasiswa, serta seluruh kelompok yang didominasi oleh sistem uang dan kerja.

     Menyadari hal tersebut, defenisi proletar adalah sesuatu yang penting untuk menguak ilusi-ilusi yang sengaja dibangun untuk melemahkan kekuatan kelas proletar. Pelemahan ini dilakukan untuk meredam potensi revolusioner yang dikandung oleh kelas proletar sebagai kekuatan yang paling potensial menghancurkankan kapitalis dan kapitalismenya. Dengan demikian juga istilah proletariat menjadi penting untuk meninggalkan perdebatan dan pengkotak-kotakan antara mereka yang menganggap diri buruh, karyawan, pegawai, pekerja, dan menyatukan dalam satu definisi: proletariat.